Rabu, 13 Mei 2009

raport polisi


SUNGGUH MENGAGETKAN membaca laporan Ombudsman Republik Indonesia di penghujung tahun 2008. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Lembaga Kepolisian tetap menyabet predikat pertama sebagai pelayan publik terburuk. Laporan ini mengungkapkan bagaimana kinerja lembaga kepolisian yang sebenarnya. Dari kalkulasi Ombudsman, sebanyak 30,73 prosen laporan masyarakat terkait dengan buruknya kinerja kepolisian, disusul 28,43 prosen terkait dengan pemerintah daerah. 
Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Antonius Sujata, melaporkan tahun 2008, lembaganya menerima 1.244 laporan dari masyarakat maupun hasil investigasi inisiatif Ombudsman. Laporan masyarakat yang dikirim lewat surat ada 523 buah, laporan langsung 461 buah, telepon 219 buah, internet 30 buah, dan inisiatif Ombudsman 11 buah.

Isi laporan yang disampaikan masyarakat meliputi banyak hal. Paling banyak adalah penundaan berlarut (41,62 prosen). Soal-soal lain yang dilaporkan meliputi tindakan sewenang-wenang (18,99 prosen), tidak menangani (12,93 prosen), bertinak tidak adil (11,72 prosen), penyimpangan prosedur (11,52 prosen), permintaan imbalan uang atau korupsi (7,27 prosen),tidak kompeten (6,06 prosen), melalaikan kewajiban (5,86 prosen), bertindak tidak layak (4,44 prosen), dan penyalahan wewenang (2,42 prosen), Lainnya soal keberpihakan nyata, persekongkolan, dan sebagainya.

Kenyataan di atas sungguh ironis, masih banyak masyarakat yang menjadi korban maladministrasi akibat lambatnya pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara negara. Sialnya, lembaga Kepolisian yang seharusnya menjadi garda depan penegakan hukum justru mendapat anugrah sebagai lembaga berkinerja terburuk. Karena itu, hemat penulis kita memerlukan aturan mengenai standar pelayanan minimum di setiap instansi agar masyarakat dapat mengetahui bagaimana prosedur untuk permohonan pelayanan, berapa lama proses layanan yang dilakukan, berapa biayanya, serta bagaimana mengajukan keluhan atas pelayanan itu.

Hingga saat ini belum ada undang-undang yang mengatur pelayanan publik. Selama ini, peraturan yang dijadikan dasar adalah Surat Keputusan Men PAN No 63 Tahun 2003 jo SK No 24 Tahun 2004 dan SK No 26 Tahun 2006. Ketiga SK Men PAN tersebut berisi pedoman yang harus diikuti instansi penyelenggara pelayanan publik dengan memberikan pelayanan secara prima (efektif dan memuaskan). Dalam SK Men PAN memang telah ditentukan standar pelayanan publik yang meliputi kesederhanaan prosedur, ketepatan waktu, biaya, serta sarana dan prasarana. Namun, aturan tersebut tidak mengatur sanksi yang akan diterima oleh si pelanggar sehingga aturan ini tidak punya kekuatan memaksa.

Bagaimanapun mesti ada peraturan yang memungkinkan warga dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan tugas dan kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik, sejak dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan atau pengendalian. Semoga tahun 2009 ini kepolisian mau mengubah sikap dan kinerja mereka sehingga tidak meraih predikat pelayan publik terburuk lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar